Kamis, 20 Agustus 2015

Milky Wave : A Four Leaf Clover (Part3)

Ketika aku sedang memikirkan ujian akhirku nanti, tiba-tiba bis pun mendadak berhenti. Berhenti tepat di depan Bank Sentral. Semua penumpang berteriak dan ketakutan ketika bis itu rem mendadak. Aku pun terjatuh dari tempat dudukku. Setelah bis benar-benar berhenti, aku terus bertanya-tanya dipikiranku, apa yang sebenarnya terjadi di depan sehingga supir bis itu menginjak rem tiba-tiba. Kemudian aku bangun dan melihat keadaan sekitar. Semua penumpang juga tidak luput terjatuh sama sepertiku. Liontin yang aku kalungkan di leherku tiba-tiba bercahaya redup dengan sendirinya. Disamping aku bingung dengan keadaan yang terjadi di sekelilingku, aku juga dibuat bingung dengan liontin yang aku pakai kenapa tiba-tiba bisa bercahaya  seperti ini. Sampai akhinya ada suara tembakan yang melintas di pendengaranku.
Ternyata ada seorang yang memakai topeng hitam, badannya agak besar dan memegang senjata di tangan kanannya.
“Diam semua, jangan ada yang bergerak sedikitpun!! Kalau tidak akan aku tembak kepala supir ini!!” seseorang itu berteriak dengan lantang sambil menodongkan senjatanya ke arah kepala supir bis itu.
Kejadian ini semakin kacau ketika teman dari seseorang yang misterius itu naik dari pintu belakang bis yang juga memegang senjata digenggamannya. Ketakutan dan kegelisahan serta kecemasan saja yang hanya aku rasakan. Aku mengira mereka berdua itu ingin menyandra kami agar bisa menyelamatkan diri jika ada polisi-polisi yang mengepungnya.
Salah satu dari mereka mengambil telpon yang ada disakunya. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak terlalu jelas mendengarnya.
Aku lupa, tas yang aku tadi bawa sudah tidak ada lagi dipunggungku. Senada dengan ketakutan  yang aku derita selama kejadian yang mencekam itu, kepala aku terus tertunduk dan tidak berani untuk melihat ke arah sekelilingku. Tangan aku terus meraba-raba ke sekelilingku untuk mencari tas aku yang terjatuh saat bis ini rem mendadak tadi.
Disaat aku mengarahkan tanganku kesekelilingku, aku memegang suatu benda tapi yang pasti itu bukan seperti tasku, ternyata itu hanya kaleng minuman yang sudah tak ada isinya. Karena saat itu aku sedang terkena panik yang tidak karuan, aku kesal dan langsung membuang botol itu ke arah belakang. Tiba-tiba ada suara kaca pecah yang mengagetkanku, lantas aku langsung melihat ke arah belakang dan seluruh penumpang yang ada di belakangku langsung melihat ke arahku. Aku bingung kenapa semua orang yang ada dibelakangku memperhatikanku. Lalu ada seseorang Pak Tua yang bertanya padaku “bagaimana kau melakukan itu?”
Karena aku bingung, aku kembali bertanya kepadanya “melakukan apa? Apa yang sudah aku lakukan?” aku terus bertanya dan semua mata terus melihat ke arahku.
“kau tadi yang melemparkan kaleng minuman ke arah belakangkan? Bagaiman kau bisa melemparkan kaleng itu dengan sangat kuat sampai kaca itu pecah?” tanya dia.
“Tidak, aku juga tidak tau kenapa bisa kaleng yang aku lemparkan itu bisa sekuat itu, aku hanya melempar seperti orang biasanya. Aku juga tidak tau. Sungguh” jawabku dengan terheran-heran. Selagi aku berbincang dengan Pak Tua itu, teman dari pria bertopeng hitam itu yang berada di belakang berteriak “kenapa kau menembak ke arah ku? Apa kau sudah gila?!”
“Apaa?! Siapa yang menembakmu, apa kau tidak lihat arah senjataku kemana?! Apa kau sudah buta?!” jawab pria bertopeng itu yang sedang menodongkan senjata ke kepala supir bis itu.
Kemudian aku memanfaatkan kesempatan yang ada selagi mereka berdua salah paham, aku mencoba mengarahkan tangan kananku ke arah kaca yang depan, dan hasilnya sangat mengejutkanku. Aku melihat dengan mataku sendiri, kaca itu pecah tiba-tiba. Entah apa yang merasuki diriku, aku hanya terus memikirkannya kalau kaca itu akan pecah.
Suara kaca pecah itu juga mengejutkan pria bertopeng hitam itu, dia berteriak ke temannya yang ada di belakang, pertanyaan yang hampir sama dengan temannya tadi “kau kenapa menambakan tembakan bodohmu itu ke arahku?! Apa kau mau membunuhku?! Apa kau buta?! Simpan pelurumu untuk hal yang darurat bodoh?!”
“Aa..apa?! aku sama sekali tidak menambak ke arahmu! Apa kau tidak lihat aku hanya megarahkan senjataku ke arah orang-orang bodoh ini?! apa kau yang sudah buta menuduhku menembakan senjataku ke arahmu?! Jawab temannya dengan kembali berteriak juga.
Mereka berdua kembali salah paham akibat perbuatan yang aku lakukan, sebenarnya aku juga tidak tau mengapa ini bisa terjadi padaku. Aku terus tertawa di dalam hati melihat para penjahat bodoh ini salah paham.
Dengan memberanikan diri aku berdiri secara perlahan sambil mengangkat tanganku ke atas, pria bertopeng yang ada di depanku lantas  bertanya, “kenapa kau berdiri?! Apa kau mau aku menembakmu di depan orang-orang ini?!” aku hanya tersenyum ke arahnya.
“kenapa kau tersenyum?! Apa kau sudah gila?!” dia menggertakku dengan mengarahkan senjatanya ke arahku. Tanpa basa-basi lagi aku arahkan tanganku ke arahnya, membantingnya ke atas, ke bawah dan aku lempar ke arah kaca sebelah kiri. Kemudian aku melihat ke arah temannya yang ada di belakang, aku melihat wajahnya dan tersenyum ke arahnya.
“Aa..aapa yang sudah kau lakukan? Ba..bagaimana kau melakukan itu semua?!” tanyanya sambil tergesa-gesa. Mungkin karena dia panik, dia langsung menembakan senjatanya ke arahku. Aku menggerakan kedua tanganku membentuk sebuah perisai pelindung dan terus berkonsentrasi. Peluru itu pun termentahkan dan sama sekali tidak menyentuhku sama sekali. Dia terus menembakan senjatanya ke arahku sampai pelurunya habis.
“Sudah? Apa hanya itu saja yang bisa kau lakukan? Tanyaku.
 Aku bisa merasakan ketakutan yang di alami orang itu. Kemudian aku melakukan hal yang sama, aku membantingnya ke atas, ke bawah dan melemparkannya keluar dari bis itu.
Semua orang kembali memperhatikanku dan mengucapkan terima kasih padaku, aku tidak tau berapa orang yang mengucapkannya tapi yang aku dengar hanyalah ucapan terima kasih karena sudah menyelmatkan nyawa mereka semua. Aku hanya tersenyum ke arah mereka yang melihatku. Padahal aku sendiri juga kebingungan kenapa hal aneh ini bisa terjadi padaku, apa ini semua karena liontin ini? semua pertanyaan tentang liontin in aku simpan sejenak karena aku melihat dibalik kaca bis para polisi sudah berdatangan ke depan Bank Sentral dimana kejadian di dalam bis itu terjadi. Polisi segera menangkap para pelaku bertopeng itu dan segera membawanya ke kantor polisi.
Aku yang hampir lupa dengan ujianku ini langsung berlari menuju ke sekolah yang tidak jauh dari Bank Sentral itu. Sekitar 500 meter aku berlari, aku berlari dan terus memperhatikan jam tanganku. Melihat apakah aku akan telat dan harus mengulang lagi di tahun depan. Aku melihat gerbang sekolah dari kejauhan. Karena gerbang sekolah itu akan tertutup sendiri menggunakan alarm waktu yang telah diatur oleh pihak sekolah.
 “Beruntungnnya diriku, aku sampai di sekolah tanpa terlambat. Kalau terlambat, akan beda lagi ceritanya.” Aku bernafas lega.
Aku langsung menuju ruang kelasku, dan ternyata disana sudah ada pengawas ujian yang sedang memberikan pengarahan. Aku segera mengetuk pintu kelas dan masuk, tiba-tiba salah satu  pengawas itu bertanya padaku,” Kenapa kau baru datang jam segini dan kenapa juga seragam sekolahmu basah seperti itu?”
“Tadi, ketika di depan Bank Sentral ada hal yang tidak terduga terjadi yang mengharuskan aku harus berlari kesini untuk ujian terakhir hari ini dan hasilnya pakaianku basah seperti ini pak.” Jawabku. Aku hanya menjelaskan sedikit alasan ke pengawas, tidak mungkin aku menceritakan hal yang rinci ke pengawas, pasti pengawas itu tidak akan percaya padaku.
“Baiklah, silakhan duduk di kursi yang sudah diberi nomer ujianmu.”
“Terimakasih pak.” Ucapku.
Aku segera ke tempat dudukku dan mengisi daftar hadir di komputer sebelum aku mengerjakan ujian. Setelah aku siap, aku langsung memasukkan Username dan Password di kolom yang sudah tersedia. Aku sempat pesimistis dengan ujianku hari ini, hari yang benar-benar sangat aneh dan membingungkan. Aku terus meyakinkan diriku untuk tetap tenang untuk mengerjakan soal ujian terakhirku ini. Jika salah satu mata ujianku gagal, otomatis aku akan mengulang satu tahun lagi dan aku tidak mau hal itu terjadi padaku.
Ujian terakhirku ini adalah matematika, pelajaran yang sangat aku sukai dan kuasai ini membantuku agar tidak memakan waktu dan berpikir panjang untuk mengerjakannya. aku mengerjakan ini hanya dalam setengah waktu dari waktu yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Bel pun berbunyi, yang menandakan ujian terakhir ini selesai. Aku segera pulang ke rumah dan segera ingin menceritakan kejadian hari ini kepada kakekku.

1 komentar:

  1. Ditunggu kisah selanjuynya ya om yogii hehe. Bagus critanya, itu copy paste dimana ?? Heheh

    BalasHapus