Minggu, 22 Februari 2015

A Four Leaf Clover (Part Sekian)


“Kau tau kenapa aku lebih baik diam daripada aku menceritakan hal-hal apa saja yang terjadi padaku?.” Tanya Selena sambil menatap langit yang penuh bintang.
                “Ke..kenapa? apa kau tidak merasa itu semua akan menjadi bebanmu ketika semua hal yang terjadi padamu itu tidak bisa ditampung lagi di dalam hatimu?.” aku kembali bertanya.
                “Terkadang jika ada seseorang yang ingin mengetahui apa yang aku rasa, dia hanya penasaran dan hanya ingin tau saja bukan untuk mengerti apa yang terjadi padaku. Aku lebih baik diam karena akan menyakitkan jika dia bisa mendengar tapi tidak bisa mengerti keadaanku yang sebenarnya.” Jawab Selena menoleh ke arahku dengan mata yang berbinar-binar.
                “tapi kenapa kau bisa memiliki pernyataan seperti itu? Tidak semua orang seperti itu. Kau tau? Atau mungkin kau pernah mengalaminya sehingga kau bisa berkata seperti itu?.” Aku pun kembali bertanya karena aku sangat ingin tau apa yang dia rasakan ketika dia mengungkapkan semua apa yang ada di dalam hatinya. Karena yang aku tau dia ini adalah seseorang yang sangat pendiam dan tertutup di lingkungan sekitarnya.
                “yaa. Aku pernah mengalaminya, dan itu sangat menyakitkan. Seseorang yang telah aku percaya bahwa dia bisa menerima semua keadaanku tapi akhirnya dia hilang begitu saja dan sampai saat ini aku tidak tau keberadaanya sekarang dimana.” Jawabnya dengan nada yang menangis. Ia tetap berrmain kunang-kunang yang ada di sekelilingnya.
                “hmm..kalau aku boleh jujur, aku juga sepertimu. Aku juga kehilangan seseorang yang aku sayang. Dia adalah ayahku. Sejak kecil, aku sudah kehilangannya. Walaupun aku tidak pernah sama sekali mendapatkan kasih sayang dari ayahku, aku tidak membencinya. Karena dialah yang melahirkan aku sampai di sini dan bertemu denganmu Selena.” Aku menjawab dengan tersenyum walaupun hatiku ini sudah tidak kuat untuk menahan semua tangisku. Tapi aku tetap tersenyum di depannya.
                “Bohong!.” Serunya.
                “Apa kau melihat pancaran kebohongan di wajahku?.” Aku mendekatkan pandanganku di hadapannya. Pandangan kami bertemu.
                Dia terdiam dan mengamati mataku dalam-dalam.
                Aku menunjuk bintang yang paling terang malam itu, “percayalah padaku. Untuk apa aku berbohong akan hal yang tidak berguna dan sia-sia seperti itu. Setiap kebohongan memiliki tanggung jawab yang besar. Kebohongan kita yang akan menghancurkan kita secara perlahan. Dan aku tidak mau seperti itu.”
                Dalam hatiku,”apalagi bohong dengan orang yang aku sayang sepertimu, tidak akan pernah terbesat sedikitpun di dalam benakku untuk melakukan hal seperti itu.”
                Aku segera membuka tasku dan mengambil sebuah sapu tangan yang aku bawa untuk mengusap air matanya. Karena ini pertama kalinya aku melihatnya menangis. Aku kira dia hanyalah robot yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya karena setiap aku melihatnya di akademi, dia hanya membisu diam dan tanpa ekspresi sedikitpun. Tapi kali ini dia benar-benar meneteskan air mata di depanku. Walaupun dia tersenyum, mata dia tidak bisa menutupi lagi perasaan yang selama ini dia pendam sendiri.
                “iya aku mengerti, tapi aku bingung kenapa ada orang yang seperti itu walaupun awalnya dia baik kepadaku. Karena kebaikannya itulah aku mempercayainya. Aku sangat bingung. Aku selalu memikirkannya. Memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa dia bisa menghilang begitu saja tanpa adanya kejelasan yang pasti. Dia datang dan kemudian menghilang.” Selena terus melampiaskan amarahnya kepadaku.
                Aku terus menanggapinya dan terus tersenyum kepadanya.
                “Kau ini kenapa Milky? Kenapa kau tersenyum? Kau sangat aneh Milky. Dasar aneeehhh!!. Aku heran kenapa kau bisa menyayangi ayahmu ketika dia tidak ada disaat kau membutuhkan kasih sayang darinya?.” Tanya Selena dengan wajah yang kesal terhadapku.
                “Kau tau kenapa?.”  Ucapku.
                Aku pun mengambil sebuah kertas dan spidol berwarna hitam. Aku menggambar sebuah lingkarang kecil dengan spidol.
                “lihat aku.. ehhh maksudnya lihat gambar ini!.” seruku.
                Dengan wajah yang penasaran dan bingung. “yaa aku sudah lihat gambar ini? kenapa dengan gambar ini?.”
                “Lihat.. apa yang aku gambar?.” Tanyaku.
                Senyum kecil yang ada di wajahnya mungkin menganggapku akan bertingkah aneh lagi.
                “Kenapa kau malah tersenyum seperti itu? Aku kan menyuruhmu untuk menebak gambar apa yang aku gambar tadi Selena.”
                Dia memperlihatkan wajah datarnya padaku, “Apa kau sudah gila?! Anak balita juga tau apa yang kau gambar itu. Dasar aneeehh!!.”
                “Tapi apa kau tau apa arti dari gambar yang aku buat ini?. coba kau liat baik-baik gambar ini, apa yang kau lihat?.” tanyaku menatap dengan serius.
                “Itu hanyalah sekedar lingkaran  kecil.” Jawabnya.
                “Sudah aku duga kau pasti menjawab seperti itu, tapi kenapa kau hanya melihat lingkaran hitam kecilnya saja tetapi tidak melihat warna kertas putih yang dominan? Apa kau tau artinya?. Anggap saja titik hitam itu sebagai keburukan dan kertas putih itu sebagai kebaikan. Terkadang kita terlalu terfokus sama sedikit keburukan sehingga kita lupa bahwa dibalik sedikit keburukan itu masih banyak kebaikan yang menyelimutinya. Apa sekarang kau mengerti apa yang aku maksudkan?.” Tanyaku kembali sambil tertunduk karena aku takut kalau dia tidak bisa menerima tentang pernyataanku yang aku sebutkan tadi.
                Aku sedikit melihat ke arahnya dan dia kembali tersenyum kecil walaupun begitu aku terus tertunduk.
                “Milky, kenapa kau tertunduk seperti itu?. Lihat aku, Kau benar. Semua akan pernyataanmu itu mungkin benar dan bisa aku percayai. Tapi yang aku tidak bisa percayai kalau kau bisa mengerti keadaanku seperti ini. aku tidak percaya. Orang yang sangat-sangat aneh sepertimu bisa mengucapkan kata-kata seperti itu. Aku sangat tidak percaya!!.”
                Sedikit demi sedikit aku melihat ke arahnya, aku tidak percaya kalau aku bisa sedekat ini dengan orang yang aku sayang. Aku tidak percaya bisa melihat ekspresi wajahnya sedekat ini. jantungku semakin berdetak dengan kencang. Kemudian dia berdiri dan menyulurkan tangannya ke arahku.
                “Raih tanganku ini dan berdirilah bersamaku disini.” Serunya.
                Aku raih tangannya dan berdiri di sampingnya.
                “Kau lihat bintang yang paling terang itu? Berjanjilah kalau kau akan selalu ada untukku di saat aku membutuhkanmu Milky. Kau mau kan?  Tanyanya sambil menunjuk bintang itu.
                “Apa kau serius? Tapi kenapa? Apa kau tidak takut lagi untuk mempercayai seseorang?.”  Tanyaku kembali.
                “Apa menurutmu aku tidak serius? Apa yang harus aku takutkan? Benar katamu, kita tidak bisa menilai seseorang dari sedikit keburukan dari banyaknya kebaikan yang pernah di lakukan oleh seseorang itu sendiri, mungkin dia memiliki alasan tersendiri yang membuatnya berubah. Lalu jika dia berubah, apa yang harus aku perbuat? Tidak ada. Karena aku tau, aku tidak bisa merubah apa-apa kecuali dialah yang merubahnya dan tulus dari dalam dirinya.” Jawabnya.
                Aku melihat ke arahnya dan matanya kembali berkaca-kaca. Aku baru tau ternyata dia orangnya sangat rapuh, beda sekali dengan apa yang aku lihat selama ini di akademi.

                “Tempelkan ibu jarimu di ibu jariku, berjanjilah kau akan selalu ada di saat aku membutuhkanmu Milky. Dan aku mohon berjanjilah untuk menjaga kepercayaan aku yang aku tuangkan kepadamu. Kepercayaan itu seperti sebuah kaca , jika pecah mungkin bisa diperbaiki tapi tidak akan pernah bisa utuh kembali” Ucapnya.

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. ini semacem kutipan cerita yah??
    masih blom nangkep inti konfliknya!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. intinya bukan ini kan udah jelas ini baru ke part sekian dari banyak part can kwkwkw.

      Hapus
  3. Mungkin bisa lebih jelas kalo ada part sebelumnya..

    BalasHapus