“Kau tau kenapa aku lebih baik diam daripada aku menceritakan hal-hal apa saja yang terjadi padaku?.” Tanya Selena sambil menatap langit yang penuh bintang.
“Ke..kenapa?
apa kau tidak merasa itu semua akan menjadi bebanmu ketika semua hal yang
terjadi padamu itu tidak bisa ditampung lagi di dalam hatimu?.” aku kembali
bertanya.
“Terkadang
jika ada seseorang yang ingin mengetahui apa yang aku rasa, dia hanya penasaran
dan hanya ingin tau saja bukan untuk mengerti apa yang terjadi padaku. Aku
lebih baik diam karena akan menyakitkan jika dia bisa mendengar tapi tidak bisa
mengerti keadaanku yang sebenarnya.” Jawab Selena menoleh ke arahku dengan mata
yang berbinar-binar.
“tapi
kenapa kau bisa memiliki pernyataan seperti itu? Tidak semua orang seperti itu.
Kau tau? Atau mungkin kau pernah mengalaminya sehingga kau bisa berkata seperti
itu?.” Aku pun kembali bertanya karena aku sangat ingin tau apa yang dia
rasakan ketika dia mengungkapkan semua apa yang ada di dalam hatinya. Karena
yang aku tau dia ini adalah seseorang yang sangat pendiam dan tertutup di
lingkungan sekitarnya.
“yaa.
Aku pernah mengalaminya, dan itu sangat menyakitkan. Seseorang yang telah aku
percaya bahwa dia bisa menerima semua keadaanku tapi akhirnya dia hilang begitu
saja dan sampai saat ini aku tidak tau keberadaanya sekarang dimana.” Jawabnya dengan
nada yang menangis. Ia tetap berrmain kunang-kunang yang ada di sekelilingnya.
“hmm..kalau
aku boleh jujur, aku juga sepertimu. Aku juga kehilangan seseorang yang aku
sayang. Dia adalah ayahku. Sejak kecil, aku sudah kehilangannya. Walaupun aku
tidak pernah sama sekali mendapatkan kasih sayang dari ayahku, aku tidak
membencinya. Karena dialah yang melahirkan aku sampai di sini dan bertemu
denganmu Selena.” Aku menjawab dengan tersenyum walaupun hatiku ini sudah tidak
kuat untuk menahan semua tangisku. Tapi aku tetap tersenyum di depannya.
“Bohong!.”
Serunya.
“Apa kau
melihat pancaran kebohongan di wajahku?.” Aku mendekatkan pandanganku di
hadapannya. Pandangan kami bertemu.
Dia terdiam
dan mengamati mataku dalam-dalam.
Aku menunjuk
bintang yang paling terang malam itu, “percayalah padaku. Untuk apa aku
berbohong akan hal yang tidak berguna dan sia-sia seperti itu. Setiap kebohongan
memiliki tanggung jawab yang besar. Kebohongan kita yang akan menghancurkan
kita secara perlahan. Dan aku tidak mau seperti itu.”
Dalam hatiku,”apalagi
bohong dengan orang yang aku sayang sepertimu, tidak akan pernah terbesat
sedikitpun di dalam benakku untuk melakukan hal seperti itu.”
Aku
segera membuka tasku dan mengambil sebuah sapu tangan yang aku bawa untuk
mengusap air matanya. Karena ini pertama kalinya aku melihatnya menangis. Aku
kira dia hanyalah robot yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya karena setiap
aku melihatnya di akademi, dia hanya membisu diam dan tanpa ekspresi
sedikitpun. Tapi kali ini dia benar-benar meneteskan air mata di depanku.
Walaupun dia tersenyum, mata dia tidak bisa menutupi lagi perasaan yang selama
ini dia pendam sendiri.
“iya
aku mengerti, tapi aku bingung kenapa ada orang yang seperti itu walaupun
awalnya dia baik kepadaku. Karena kebaikannya itulah aku mempercayainya. Aku
sangat bingung. Aku selalu memikirkannya. Memikirkan apa yang sebenarnya
terjadi, kenapa dia bisa menghilang begitu saja tanpa adanya kejelasan yang
pasti. Dia datang dan kemudian menghilang.” Selena terus melampiaskan amarahnya
kepadaku.
Aku
terus menanggapinya dan terus tersenyum kepadanya.
“Kau
ini kenapa Milky? Kenapa kau tersenyum? Kau sangat aneh Milky. Dasar aneeehhh!!.
Aku heran kenapa kau bisa menyayangi ayahmu ketika dia tidak ada disaat kau
membutuhkan kasih sayang darinya?.” Tanya Selena dengan wajah yang kesal
terhadapku.
“Kau
tau kenapa?.” Ucapku.
Aku pun
mengambil sebuah kertas dan spidol berwarna hitam. Aku menggambar sebuah
lingkarang kecil dengan spidol.
“lihat
aku.. ehhh maksudnya lihat gambar ini!.” seruku.
Dengan
wajah yang penasaran dan bingung. “yaa aku sudah lihat gambar ini? kenapa
dengan gambar ini?.”
“Lihat..
apa yang aku gambar?.” Tanyaku.
Senyum
kecil yang ada di wajahnya mungkin menganggapku akan bertingkah aneh lagi.
“Kenapa
kau malah tersenyum seperti itu? Aku kan menyuruhmu untuk menebak gambar apa
yang aku gambar tadi Selena.”
Dia
memperlihatkan wajah datarnya padaku, “Apa kau sudah gila?! Anak balita juga
tau apa yang kau gambar itu. Dasar aneeehh!!.”
“Tapi
apa kau tau apa arti dari gambar yang aku buat ini?. coba kau liat baik-baik
gambar ini, apa yang kau lihat?.” tanyaku menatap dengan serius.
“Itu hanyalah
sekedar lingkaran kecil.” Jawabnya.
“Sudah
aku duga kau pasti menjawab seperti itu, tapi kenapa kau hanya melihat
lingkaran hitam kecilnya saja tetapi tidak melihat warna kertas putih yang
dominan? Apa kau tau artinya?. Anggap saja titik hitam itu sebagai keburukan
dan kertas putih itu sebagai kebaikan. Terkadang kita terlalu terfokus sama
sedikit keburukan sehingga kita lupa bahwa dibalik sedikit keburukan itu masih
banyak kebaikan yang menyelimutinya. Apa sekarang kau mengerti apa yang aku
maksudkan?.” Tanyaku kembali sambil tertunduk karena aku takut kalau dia tidak
bisa menerima tentang pernyataanku yang aku sebutkan tadi.
Aku
sedikit melihat ke arahnya dan dia kembali tersenyum kecil walaupun begitu aku
terus tertunduk.
“Milky,
kenapa kau tertunduk seperti itu?. Lihat aku, Kau benar. Semua akan
pernyataanmu itu mungkin benar dan bisa aku percayai. Tapi yang aku tidak bisa
percayai kalau kau bisa mengerti keadaanku seperti ini. aku tidak percaya.
Orang yang sangat-sangat aneh sepertimu bisa mengucapkan kata-kata seperti itu.
Aku sangat tidak percaya!!.”
Sedikit
demi sedikit aku melihat ke arahnya, aku tidak percaya kalau aku bisa sedekat
ini dengan orang yang aku sayang. Aku tidak percaya bisa melihat ekspresi
wajahnya sedekat ini. jantungku semakin berdetak dengan kencang. Kemudian dia
berdiri dan menyulurkan tangannya ke arahku.
“Raih
tanganku ini dan berdirilah bersamaku disini.” Serunya.
Aku
raih tangannya dan berdiri di sampingnya.
“Kau
lihat bintang yang paling terang itu? Berjanjilah kalau kau akan selalu ada
untukku di saat aku membutuhkanmu Milky. Kau mau kan? Tanyanya sambil menunjuk bintang itu.
“Apa
kau serius? Tapi kenapa? Apa kau tidak takut lagi untuk mempercayai
seseorang?.” Tanyaku kembali.
“Apa
menurutmu aku tidak serius? Apa yang harus aku takutkan? Benar katamu, kita
tidak bisa menilai seseorang dari sedikit keburukan dari banyaknya kebaikan
yang pernah di lakukan oleh seseorang itu sendiri, mungkin dia memiliki alasan
tersendiri yang membuatnya berubah. Lalu jika dia berubah, apa yang harus aku
perbuat? Tidak ada. Karena aku tau, aku tidak bisa merubah apa-apa kecuali
dialah yang merubahnya dan tulus dari dalam dirinya.” Jawabnya.
Aku
melihat ke arahnya dan matanya kembali berkaca-kaca. Aku baru tau ternyata dia
orangnya sangat rapuh, beda sekali dengan apa yang aku lihat selama ini di
akademi.
“Tempelkan
ibu jarimu di ibu jariku, berjanjilah kau akan selalu ada di saat aku
membutuhkanmu Milky. Dan aku mohon berjanjilah untuk menjaga kepercayaan aku
yang aku tuangkan kepadamu. Kepercayaan itu seperti sebuah kaca , jika pecah
mungkin bisa diperbaiki tapi tidak akan pernah bisa utuh kembali” Ucapnya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusini semacem kutipan cerita yah??
BalasHapusmasih blom nangkep inti konfliknya!!
intinya bukan ini kan udah jelas ini baru ke part sekian dari banyak part can kwkwkw.
HapusMungkin bisa lebih jelas kalo ada part sebelumnya..
BalasHapus